Jika keadaan
itu membutuhkan, maka kita bisa tegas (marah) tapi tidak selamanya.
Sebagai manusia
biasa, kadanng rosul itu ridho kadang marah. Tapi beliau sempurna,
sebaik-baiknya manusia. Marahnya rosul demi kebenaran. Abdulloh bin Amr menulis
semua yang diucapkan dan didengar dari
Rosul. Kemudian dia dimarahari kaumnya, karena dianggap rosul itu juga manusia
biasa yang bisa khilaf. Akhirnya berhenti menulis, kemudian lapor rosul. Dijawab
tulislah, terus tulislah, demi Alloh apa yang saya lakukan ini sudah sesuai
dengan petunjuk Alloh.
Sifat marah itu sifat negatif. Biasanya timbul dari
nafsu, menjadikan orang yang marah akan berkata sesuatu yang tidak terpuji
sikapnya. Faktornya itu biar lega, fanatik melindungi kelompoknya. Tapi
marahnya Rosul perkataan itu kebenaran agar terhindar dari apa yang diharamkan.
Tidak ada dendam, tidak ada berlebihan. Faktornya mengingkari kemungkaran,
untuk melakukan kebaikan, kepada sispapun, termasuk pada istrinya.
Contoh 1. Hadis dari Abi Mas’ud. Pernah datang
seseorang. Wahai rosul, demi Alloh saya sering datang terakhir subuh berjamaah
gara-gara fulan (sebagai imam), karena sering memanjangkan bacaan sholat. Aku
tidak pernah melihat rosul marah seperti ketika orang itu lapor. Rosul berkata,
wahai kalian, sesungguhnya ada diantara kalian ada yang membuat orang lain lari
dalam menjalankan ajaran islam. Kalau sholat bersama orang lain, maka hendaklah
mengkondisikan bacaannya, jangan memanjang-manjangkan. Disesuaikan. Karena diantara
mereka ada yang tua, ada yang lemah, ada yang punya kebutuhan mendesak untuk
ditunaikan.
Pelajaran dari hadis tersebut (1) rosul memerintahkan
kita untuk menghindari perilaku yang membuat orang lain lari dari kebaikan,
atau tidak mau menjalankan ajaran islam. Bisa karena perkataan kita, perilaku
kita, dan perbuatan kita. (2) pentingnya memperhatikan keadaan orang lain. Bisa
jadi enggan untuk sholat lagi. Rosul pernah memperpendek sholat karena tangisan
bayi (3) boleh marah karena Alloh. Rosul pernah ketika sudah adzan, masih
santai-santai. (4) tidak menyebut nama pelapor, menjaga agar aib (andai dia
yang salah) jangan sampai menyebar. (5) ketika menasehati orang banyak, tidak
perlu menyebut nama, cukup hanya sifatnya saja. Sesungguhnya ada diantara
kalian yang membuat orang lain lari dalam menjalankan syariat agama.
Contoh 2. Dari Aisyah RA. Sesungguhnya orang
Quraisy mengkajhawatirkan perempuan yang mencuri saat fathul Makkah, padahal
dari suku elit. Rosul ingin memotong tangannya. Mereka berdiskusi, siapa yang
berani ke Rosul agar tidak melakukan hukuman itu. mereka memilih Usamah bin Zaid
karena termasuk yang dicintai Rosul, harapannya rosul tidak marah. Usamah
mendatangi Rosul, berubahnya wajah rosul tadinya biasa menjadi marah. Berkata
beliau, apakah kamu akan menolong seorang pencuri untuk tidak dihukum? Spontan usamah
minta maaf. Mintakan ampun kepada Alloh untuk saya. Ketika malam rosul
berkhutbah, sesungguhnya telah binasalah orang yang datang sebelum kalian. Kalau
ada orang mulia dari suku yang mulia, itu mencuri tapi tidak dihukum, tapi
kalau ada orang lemah mencuri, dihukum. Kalau seandainya fatimah mencuri, pasti
saya akan memotongnya. Seteah itu taubatnya perempuan itu diterima.
Pelajaran hadis tersebut (1) kalau mengkisahkan
kejahatan hendaklah tidak menyebutkan namanya, karena memang nama itu tidak
disebutkan. Ini adlah adab yang luar biasa. Kebaikan-kebaikan selanjutnya akan
tumbuh. (2) kalau kita tdak melaporkan untuk hal pidana, kita dianggap
menutup-nutupinya. Ini boleh. Untuk menolongnya, memaafkan, tentu untuk
kebaikan. Tapi kalau tindak itu sudah dilaporkan, maka sudah tidak ada lagi
pertolongan. Kalau bukti kuat, tinggal menunggu keputusan hakim. (3) tidak ada
perbedaan dalam eksekusi hukuman pidana. (4) islam agama yang adil, tidak
tebang pilih. Jika keadilan itu hilang, maka itu tanda kehancuran. (5) seorang
bisa jadi melakukan yang dilarang kemudian dieksekusi. Jangan sampai kita
menghinanya, menjelekannya, bisa jadi orang itu bertaubat dan taubatnya
diterima, menjadi orang baik.
Contoh 3. Dari Imam Ali. Saya diberi hadiah
oleh Rosul, kain dari sutra yang luar biasa bagusnya. Saya memakainya. Tiba-tiba
rosul marah, tampak di wajahnya. Sesungguhnya saya tidak memberikan hadiah
untuk kamu pakai, tapi agar kamu membagikan nya untuk para perempuan. Dibagikan
ke Fatimah (istrinya), ibunya Ali dan bibinya Ali.
Pelajaran hadis ini (1) haram sutra untuk
laki-laki, boleh untuk perempuan (2) boleh laki-laki memberi hadiah sutra atau
emas bukan untuk dipakai tapi untuk diberikan ke kaum wanita. (3) boleh marah
karena Alloh ketika kita dalam pembelajaran dalam mendidik terutama kepada ara
murid bahwa itu haram tetapi tetap saja dia melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar