Selasa, 09 Agustus 2016

Buat Apa Mengajari Matematika


Kalimat di atas mungkin dianggap mengada-ada. Bahkan sebagian mungkin mencibir. Kan sudah terang benderang, manfaat belajar matematika. Begitu mungkin sangkalnya. Ilmu ini kan aplikasinya banyak. Maka tak heran kalau setiap unas mesti ada mata uji matematika. Tidak pernah absen sekalipun dalam sejarah ke UN an. Pun, di setiap seleksi calon mahasiswa, matematika tidak pernah libur. Begitu juga di psikotes, uji angka-angka tidak bisa dihilangkan. Ini membuktikan betapa strategis dan urgen nya ilmu ini. Jadi kalau ada yang masih mempertanyaan buat apa mengajari matematika, aneh bukan?

Sebenarnya, bukan matematika itu sendiri yang diujikan atau diajarkan. Tetapi logika, cara berpikir dan menyimpulkan atau menyelesaikan masalah. Matematika hanyalah sebagai alat. Andai suatu saat ada ilmu lain yang lebih cocok, mungkin saja matematika ditinggalkan. Untuk saat ini dianggap matematikalah yang dekat dengan logika.

Umumnya orang yang pintar matematika dianggap genius. Dia dianggap bisa mengurai kumpulan simbol-simbol yang oleh sebagian orang malah membingungkan. Bagi yang cinta metematika justru mengsyikkan. Sehingga bisa mengotak atiknya. Sisi tidak baiknya adalah biasanya yang suka matematika cenderung individualis, suka menyendiri, temannya sedikit, dan sedikit humor. Nah, kalau sudah begitu buat apa mengajari matematika. Malah membuat manusia seperti mesin.

Mengajar matematika di sekolah, pada hakikatnya mengajari cara berpikir yang benar, terstruktur, dan logis. Namun sayangnya matematika yang diajarkan itu berhenti pada tataran logika saja. Ada di kognitif saja. Kalaupun ada bumbu – bumbu soal cerita atau aplikasinya itu amat sedikit. Bahkan kadang tidak relevan atau sengaja dibuat senyata mungkin.

Logika tinggi yang dibangun melalui matematika mestinya mampu menyelesaikan masalah sehari-hari. Paling tidak masalah individu siswa. Sehingga siswa tersebut tidak bermasalah atau membuat masalah. Logika yang canggih dengan cara penyelesaian soal yang mutakhir hanya berhenti di atas kertas. Only on paper. Hanya mempu menyelesaikan soal ulangan. Tidak mampu menyelesaikan masalah di sekitar kehidupan siswa itu sendiri. Paradoks bukan?

Mestinya dengan logika yang bagus, tidak ada lagi siswa yang terlambat masuk kelas. Karena dia sudah bisa mengatur dan mengukur waktu. Dia juga bisa berpikir dampak ketinggalan pelajaran. Tidak ada lagi siswa yang bikin gaduh di kelas, karena dia tahu akibatnya. Materi tidak masuk dan dimusuhi guru. Mestinya tidak ada siswa yang membolos. Dia tahu, masa depannya bergantung masa sekarang. Mestinya juga tidak ada siswa yang malas atau kelas yang tidak kondusif. Karena guru dengan logika tinggi, mampu berkreasi membuat kelas menjadi hidup. Betapa banyak guru dengan latar belakang pendidikan keguruan masih harus tertatih tatih mengendalikan kelas. Bukannya sudah banyak teori belajar yang dikuasai? Bahkan mungkin lulus memuaskan untuk materi pedagogi.

Nah sudah saatnya, kita membumikan matematika. Mengajarkan logika dasar yang mampu membantu siswa menyelasaikan masalahnya sendiri. Jika ini sudah berhasil, maka dia akan bisa membantu menyelesaikan masalah di kelasnya, di sekolahnya, di kampungnya, di tempat kerjanya kelak dan syukur masalah bangsanya. Semoga uraian ini mampu membantu menjawab judul di atas.

Senin, 02 Mei 2016

Sedekah Keringat


Dimana tempat yang paling indah? Tempat rekreasi. Dimana tempat paling nyaman? Hotel, penginapan, dan resort. Jawaban tersebut bukanlah hasil survey famili 100. Namun hanya dugaan. Walau belum pernah digelar angket massal, namun kira-kira jawaban di atas tidak sepenuhnya salah. Kemungkinan besar sangat sedikit atau bahkan tidak ada yang menjawab sekolah. Sebab, umumnya sekolah identik dengan tempat yang formal. Kalaupun ada green school, sekolah adi wiyata, dan sejenisnya bukan berarti semua penghuninya merasa nyaman dan kerasan. Apalagi sekolah yang tidak termasuk kategori tersebut.

Hijau, indah, bersih, dan rapi pasti enak dilihat. Oleh siapapun, baik orang tua, anak muda, anak kecil, laki-laki maupun perempuan. Termasuk hijaunya sekolah. Sekolah asri sejuk bukan monopoli sekolah di desa. Sekolah dengan luas lahan terbatas pun masih sangat memungkinkan untuk dihijaukan. Bagaimanapun bagusnya gedung sekolah, jika tidak ditunjang dengan taman-taman yang indah, jatuhnya juga terkesan kering, gersang, dan membosankan. Bangunan fisik boleh sederhana, tetapi aksesoris di sekitarnya harus hijau. Warna hijau itu unik. Bisa membikin pikiran tenang dan suasana nyaman juga fresh.

Senin, 18 April 2016

The Black Hole Number : 123



Konon katanya alam semesta itu bolong. Ada lubang besar seperti donat. Saking besarnya, andai seluruh hidup kita digunakan untuk menjelajah dari suatu ujung dengan kecepatan cahaya, tentu hingga kita wafat tidak akan pernah sampai di ujung satunya. Lubang ini misterius. Paling tidak, hingga saat ini tidak diketahui pasti fungsinya apa. Yang jelas lubang ini sangat kuat daya tariknya. Gravitasinya super besar. Saking besarnya, benda apapun jika masuk akan lenyap. Tidak akan pernah bisa kembali. Bahkan cahaya sekalipun. Sehingga tidak heran lubang ini tampak hitam. Oleh karenanya sering dinamai black hole.

Mirip dengan itu, ternyata di dunia bilangan terdapat The black hole number. Bilangan apapun itu jika terkompres akan menjadi bilangan 123. Seberapa besarnya bilangan tersebut. Berapapun banyak digit bilangan tersebut. Semua akan kembali ke bilangan 123. Setelah terkompres ke bilangan 123, maka bilangan tersebut tetap menjadi 123, tidak akan bisa kembali ke bilangan lainnya. Aneh bukan?