Rabu, 20 Desember 2017

Kode Ilahiyah


Tahukah anda, ada berapa banyak bilangan yang disebut eksplisit di dalam Al Qur’annul Karim? Walau bukan merupakan kitab matematika, namun Al Qur’an mencantumkan bilangan secara jelas. Iya, ada 30 macam bilangan yang muncul di dalam kitab mukjizat ini. Bilangan – bilangan tersebut adalah sebagai berikut:

1
11
99
2
12
100
3
19
200
4
20
300
5
30
1000
6
40
2000
7
50
3000
8
60
5000
9
70
50000
10
80
100000

JIka kita jumlahkan semua bilangan di atas maka hasilnya adalah 162146. Bilangan ini adalah kelipatan 19, karena 162146 = 19 x 8534. Angka 19 adalah kode rahasia Al Qur’an. Mengapa demikian? Karena banyak informasi penting dari kitab sempurna ini yang merupakan kelipatan 19. Diantaranya adalah (1) kata basmalah dalam pembuka kitab ini terdiri atas 19 huruf, (2) jumlah surah dalam kitab suci ini 114 = 19 x 6, (3) total ayat ada 6346 = 19 x 334, dst. Dan masih banyak fakta lain dalam kitab Al Qur’an yang mendukung keistimewaan angka 19.

Bilangan 19 terdiri dari 2 digit, yakni angka 1 dan angka 9. Angka 1 mewakili digit pertama sekaligus terkecil, sedangkan 9 mewakili digit terbesar. Dari tabel di atas, ternyata banyaknya angka 1 sebanyak 9, yakni: 1, 10, 11, 12, 19, 100, 1000, dan 100000. Apakah ini kebetulan? Andai satu saja bilangan pada tabel di atas diubah, maka semua akan menjadi berantakan. Jumlahnya tidak akan kelipatan 19, dan banyak angka 1 juga tidak akan 9.



 “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (Qur’an Surat Al-An’am ayat 115)

Mengapa Alloh SWT menyebutkan bahwa “tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimatnya?” karena tidak ada makhluk apapun, baik makhluk nyata maupun makhluk ghoib yang mampu mengubahnya. Meskipun seluruh makhluk berkolaborasi dengan mengeluarkan ilmu terbaiknya. Maka, tidaklah heran jika di permulaan ayat, Alloh mendeclare bahwa kalimat Tuhanmu telah sempurna. Untuk meyakinkan itu ditutup dengan kalimat Dia maha mendengar dan Maha melihat. Mendengar dari segala bisikan semua makhluk walau masih dalam krenteq ati, bisikan batin maupun sudah dilafalkan. Maha melihat dari semua aktivitas makhluk baik yang kasat mata maupun tak nampak oleh mata fisik maupun mata batin.

Untuk melengkapi keyakinan dan menguatkan argumentasi, ternyata kata “sempurna” di awal kalimat di tambahi kata “benar” dan “adil”. Benar berarti haq, lawan dari batil. Benar juga berarti tidak ada keraguan. Kata “benar” dipilih oleh Tuhan yang maha benar. Sehingga mutlak tidak salah. Adil berarti berimbang, sudah memperhitungkan semua variable yang ada di alam, alam nyata dan alam ghoib, di dunia nyata maupun dunia maya. Nah, kode 19 merupakan salah satu kode ilahiyah. Sudah sempurna, benar, adil pula. Luar biasa bukan?

Jumat, 15 Desember 2017

3-IC


Ada tiga unsur utama dalam proses mengajar. Ketiganya tidak bisa dipisahkan. Saling terkait dan terintegrasi. Tiga hal tersebut adalah Qur’anic, Logic, dan Retoric. Untuk mempermudah, penulis beri nama tric, yaitu tiga-ic, karena tiga unsur tersebut berakhiran ic. Penjelasannya sebagai berikut ini.

Pertama, Qur’anic. Kitab suci ini otentik sampai akhir zaman, karena Alloh SWT sendiri yang menjaganya. Kebenarannya mutlak. Jika berbeda dengan akal, maka akallah yang hatus menyesuaiakan. Hal ini karena akal belum mampu menjangkau makna yang ada di dalamnya. Dia memuat segala macam ilmu, baik ilmu nyata seperti ilmu ekonomi, sosiologi, matematika, ilmu perang dst maupun ilmu ghoib seperti syurga, malaikat, kiamat dst. Termasuk di dalamnya ilmu mendidik.

Oleh karenanya setiap apapun yang diajarkan oleh guru kepada muridnya harus merujuk kepada Al Qur’an. Jika tidak, guru akan kesasar atau keberkahan ilmu itu akan hilang. Al Qur’an sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis, karena dia mu’jizat yang lezat bagi akal maupun hati. LIteratur utama ini tidak salah karena bersumber pada yang Haq. Dia adalah ibu dari segala ilmu. Dia menjadi pelita bagi guru dalam membimbing peserta didiknya. Lisannya akan mudah menyampaikan kebenaran karena terbisa melafadzkan ayat suci.

Kedua, Logic. Ilmu apapun yang diajarkan guru memerliukan logika. Logika yang baik dan benar akan mengantarkan para pembelajar pada kebenaran. Ilmu boleh berubah, boleh berkembang, bahkan boleh berganti, logika tetap diperlukan. Logika bukan semata-mata kecerdasan bawaan yang tidak bisa dilatih dan ditularkan. Logika bisa diasah dan diajarkan, tentu dengan cara terstruktur dan sistematis. Seorang guru yang logikanya bagus, maka dia akan mampu menyampaikan meteri dengan lugas dan berterima bagi siswanya. Logika guru yang bagus juga tidak akan bertentangan dengan Al Qur’an. Mengapa demikian? Karena logika makhluk masih jauh di bawah logika sang Khaliq. Jadi sebelum mengajarkan banyak hal, sebaiknya dipastikan bahwa cara berpikir dan logika guru sudah tertata dengan baik. Ini mensyaratkan bahwa seorang guru haruslah cerdas.

Ketiga, retoric. Setinggi apapun ilmu yang dimiliki sang guru tidak akan sampai ke pendengar jika tidak disajikan dengan retorika yang memikat. Penjelasan yang clear biasa didapat dari guru yang kemampuan komunikasinya bagus. Isi materi memang perlu, cara menyampaikan itu juga tidak kalah penting. Retorika disini bermakna komunikasi, baik aktif (berbicara) mamupun pasif (menulis). Keduanya bersifat memproduksi, menghasilkan sesuatu. Sifatnya saja yang berbeda. Kalau bicara bersifat langsung dan mudah menguap. Kalau tulisan bersifat tak langsung dan bisa bertahan lama. Tapi itu dulu. Sekarang teknologi sudah bisa menyamakan sifat keduanya. Dengan you tube pembicaraan seseorang bisa dinikmati siapa saja, oleh generasi kapan saja, baik secara langsung (live) mamupun tak langsung.


Berbicara maupun menulis, keduanya membutuhkan logika. Apa yang dibicarakan atau yang ditulis seseorang menunjukkan sebegitu kadar intelektualnya. Al Qur’an sendiri mengajarkan bagaimana berbicara dan bagaimana al Qur’an di tulis. Betapa banyak ayat yang memuat dialog, seperti Musa dengan Fir’aun, Ibrahim dengan bapak dan anaknya, dst. Jadi, (1) Al Qur’an menuntun bagaimana berlogika dan beretorika yang baik, (2) Logika akan baik jika tidak bertentangan dengan Al Qur’an, (3) Retorika membutuhkan Al Qur’an dan logika. Berikut ini bagan, untuk mempermudah penjelasan di atas.