Rabu, 18 Maret 2020

Hikmah Belajar Adab Bagi Seorang Guru


Bagi seorang guru, sebelum tekun belajar suatu materi ilmu, sebaiknya belajar adab dalam menuntut ilmu. Setidaknya terdapat 5 hikmah, jika seorang guru itu belajar (serius) tentang adab.

Pertama, penting bagi guru untuk mengambil pelajaran sebagaimana ilmu yang telah diberikan. Begini ilustrasinya. Suatu waktu Nabi Musa merasa orang yang paling pinter. Mengapa? Karena dia merasa satu-satu nya orang yang diajak bicara langsung dengan Alloh SWT. Ternyata, anggapan ini keliru karena masih ada Nabi Kidzir yang lebih pinter. Hingga akhirnya, Musa AS berjalan jauh untuk belajar pada orang yang lebih pinter tersebut.  Bahkan Nabi Muhammad SAW, manusia agung yang dijaga dari segala kesalahan selalu berdoa agar diberi ilmu yang bermanfaat.

Kedua, seorang guru mempunyai pengaruh yang luar biasa pada muridnya. (a) pengaruh langsung. Kita mengajarkan 2x3 =6 dan langsung dirasakan manfaatnya bagi murid. Orang tua rela membayar SPP, juga ingin anaknya belajar langsung pada gurunya, bukan belajar dari teman-temannya. Setelah orang tua (kadang sebaliknya) nasihat jangan lakukan ini dan itu, dilaksanakan dengan baik oleh seorang murid. Ini adalah pengaruh langsung. (b) pengaruh tak langsung. Seperti, murid mencontoh perilaku guru. Murid mengidolakan sorang guru tertentu. (c) pengaruh pada masyarakat. Masyarakat baik, bergantung pada ada tidaknya guru dalam masyarakat tersebut. Apabila tidak ada guru dalam kelas, orang bisa pergi jauh untuk mencagi guru, tetapi jika di masyarakat tidak ada guru, sulit menjadi masyarakat yang baik. Guru adalah pondasi masyarakat. Ketika ada wabah Covid-19, siswa belajar dirumah. Guru tidak bisa menjalankan peranannya. Orang tua memelpon guru terus, bingung, bagaimana mengajar anak-anaknya di rumah.

Ketiga, dengan belajar adab, maka seorang guru akan terus meningkatkan kualitasnya dengan cara terus mengembangkan kemampuannya. Oleh karenanya seorang guru harus tahu kualitas dirinya. Bagimana menilai diri sendiri dengan benar? Umumnya dijawab dengan melihat penilaian dari orang lain. Pertanyaannya, apakah itu jawabnya jujur ataukah hanya sekedar basa-basi? Untuk itu perlu metode lain, seperti yang diajukan oleh Jo-Hari (1955). Ini akan dikupas pada tulisan yang lain.

Keempat, seorang guru dapat belajar dari pengalaman guru yang lain. Muhammad SAW sendiri  menyempurnakan akhlak, juga belajar dari nabi-nabi sebelumnya.


Kelima, lebih mengenal nilai dan adab yang LAYAK bagi seorang guru. Jika adab itu sudah ada di seorang guru, Alhamdulillah, namun jika belum sebaiknya terus berusaha keras agar adab tersebut sudah menajdi value diri. Mu’adz bin Jabbal pernah diutus Rosululloh untuk menjadi imam. Ketika mengimami sholat, ayat yang dipilihnya sangat panjang. Jamaah protes dan diadukan ke Rosul. Kenudia Rosul menasehatinya, kalau kamu imam sholat jamaah ayatnya pendek-pendek saja. Kalau kamu sholat sendiri, boleh pakai ayat yang panjang. Begitu kira-kira nasihatnya. Dengan belajar adab, seorang guru  lebih banyak mendapat petunjuk bagaimana rosululloh itu mengajari sahabat.

Urgensi seorang Guru


Mengapa seorang guru itu penting? Setidaknya 4 alasan berikut dapat memberikan jawabannya.

Pertama, guru itu adalah tugas risalah nabi, manusia mulia yang dipilih Alloh untuk menjadi panutan dan penerang jalan kehidupan manusia di dunia ini. Ini berarti seorang guru mewarisi tugas kenabian. Rosululloh bersabda, sesunggunya Alloh SWT tidak mengutus aku untuk mempersulit orang lain, melainkan aku diutus sebagai guru untuk mempermudah orang lain. Nabi Ibrahin dan Nabi ismail ketika selesai membangun Ka’bah, mereka berdoa:  “utuslah seorang rosul yang membacakan ayat dan mengajarkan kitab dan hikmah”. Kemudian doa ini diijabahi.

Kedua, ayat pertama yang turun dimulai dengan kata IQRO’ (bacalah). Terdapat 77.000 kata dalam Al Qur’an, mengapa dipilih kata Iqro sebagai kata pembuka. Tentu  kata ini penting. Ada ratusan ayat tentang perintah, seperti perintah sholat, perintah zakat, perintah sedekah, perintah beriman, perintah berbuat baik dan sebagainya. Tetapi kata BACALAH dipilih sebagai kata perintah pertama dalam Al Qur’an. Ini artinya ilmu itu sangat penting. Perantara ilmu adalah seorang Guru.

Lima ayat pertama yang diturunkan, kata IQRO’ diulang sampai dua kali, yakni di ayat pertama dan ayat ketiga. Kata ILMU diulang hingga tiga kali, sedangkan kata QOLAM (pena) diulang satu kali. Ketiga kata tersebut terkait langsung dengan proses belajar.  Ini adalah ruang lingkup seorang guru yang mengajarkan ilmu dengan membaca dan menulis. Para filosof mengatakan bahwa belajar berarti memulai membangun peradaban.

Ketiga, Alloh meninggikan orang yang berilmu beberapa derajat. Al kisah ada seorang pembesar bernama Abdul Malik bin Marwah. Beliau menerima tamu kehormatan yang telah berkeliling ke banyak negeri, termasuk ke Mekkah.  Dia ditanya, siapa pemimpin Mekkah (saat itu)? Dia jawab Atta’ bin Robbah. Apakah dia seorang yang kuat? Apakah dia seorang yang kaya? Dijawab, bukan. Bukan seperti itu. Dia adalah seorang yang alim (berilmu).

Kemudia dia bertanya lagi. Ketia anda di Yaman, apakah pemimpinnya seorang saudagar yang kaya? Bukan. Dia adalah seorang mantan budak yang ahli ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa Alloh SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, bukan orang yang puya kuasa, juga bukan orang yang kaya dunia.

Keempat, penghuni alam semesta mendoakan guru. Sungguh penduduk langit dan bumi, semuanya mendoakan guru yang mengajarkan kebaikan. Iya, seluruh penghuni alam sesmsta, termasuk ikan (dan seluruh mahluk yang habitatnya di air), termasuk semut (mewakili seluruh jenis serangga yang ada di bumi), termasuk malaikat (mewakili semua mahluk langit). Jika kita imani hal ini, maka sebagai guru sebaiknya ketika keluar rumah untuk men-share ilmu , maka sebaiknya merasakan bahwa semua makhluk mendoakan kita. Dengan demikian martabat guru menjadi naik.

Senin, 02 Maret 2020