Bagi seorang guru, sebelum tekun
belajar suatu materi ilmu, sebaiknya belajar adab dalam menuntut ilmu.
Setidaknya terdapat 5 hikmah, jika seorang guru itu belajar (serius) tentang
adab.
Pertama, penting bagi
guru untuk mengambil pelajaran sebagaimana ilmu yang telah diberikan. Begini
ilustrasinya. Suatu waktu Nabi Musa merasa orang yang paling pinter. Mengapa? Karena
dia merasa satu-satu nya orang yang diajak bicara langsung dengan Alloh SWT.
Ternyata, anggapan ini keliru karena masih ada Nabi Kidzir yang lebih pinter. Hingga
akhirnya, Musa AS berjalan jauh untuk belajar pada orang yang lebih pinter
tersebut. Bahkan Nabi Muhammad SAW,
manusia agung yang dijaga dari segala kesalahan selalu berdoa agar diberi ilmu
yang bermanfaat.
Kedua, seorang guru mempunyai
pengaruh yang luar biasa pada muridnya. (a) pengaruh langsung. Kita mengajarkan 2x3 =6 dan langsung dirasakan
manfaatnya bagi murid. Orang tua rela membayar SPP, juga ingin anaknya belajar
langsung pada gurunya, bukan belajar dari teman-temannya. Setelah orang tua
(kadang sebaliknya) nasihat jangan lakukan ini dan itu, dilaksanakan dengan
baik oleh seorang murid. Ini adalah pengaruh langsung. (b) pengaruh tak langsung. Seperti, murid mencontoh perilaku guru. Murid
mengidolakan sorang guru tertentu. (c) pengaruh
pada masyarakat. Masyarakat baik, bergantung pada ada tidaknya guru dalam
masyarakat tersebut. Apabila tidak ada guru dalam kelas, orang bisa pergi jauh
untuk mencagi guru, tetapi jika di masyarakat tidak ada guru, sulit menjadi
masyarakat yang baik. Guru adalah pondasi masyarakat. Ketika ada wabah
Covid-19, siswa belajar dirumah. Guru tidak bisa menjalankan peranannya. Orang
tua memelpon guru terus, bingung, bagaimana mengajar anak-anaknya di rumah.
Ketiga, dengan belajar
adab, maka seorang guru akan terus meningkatkan kualitasnya dengan cara terus
mengembangkan kemampuannya. Oleh karenanya seorang guru harus tahu kualitas
dirinya. Bagimana menilai diri sendiri dengan benar? Umumnya dijawab dengan melihat
penilaian dari orang lain. Pertanyaannya, apakah itu jawabnya jujur ataukah
hanya sekedar basa-basi? Untuk itu perlu metode lain, seperti yang diajukan
oleh Jo-Hari (1955). Ini akan dikupas pada tulisan yang lain.
Keempat, seorang guru
dapat belajar dari pengalaman guru yang lain. Muhammad SAW sendiri menyempurnakan akhlak, juga belajar dari
nabi-nabi sebelumnya.
Kelima, lebih mengenal
nilai dan adab yang LAYAK bagi seorang guru. Jika adab itu sudah ada di seorang
guru, Alhamdulillah, namun jika belum sebaiknya terus berusaha keras agar adab
tersebut sudah menajdi value diri. Mu’adz
bin Jabbal pernah diutus Rosululloh untuk menjadi imam. Ketika mengimami
sholat, ayat yang dipilihnya sangat panjang. Jamaah protes dan diadukan ke
Rosul. Kenudia Rosul menasehatinya, kalau kamu imam sholat jamaah ayatnya
pendek-pendek saja. Kalau kamu sholat sendiri, boleh pakai ayat yang panjang. Begitu
kira-kira nasihatnya. Dengan belajar adab, seorang guru lebih banyak mendapat petunjuk bagaimana
rosululloh itu mengajari sahabat.