Selasa, 21 April 2015

Untuk Apa Ujian?

Pernahkan anda mendapati anak anda menangis gara-gara nilai ujiannya jelek? Atau, pernahkah anda menangis karena melihat hasil ujian anak anda jelek? Keduanya memang tidak mengenakkan. Untuk kasus pertama, bagi orang tua sangat menyesakkan. Bagaimana tidak, sang buah hati disekolahkan dengan harapan mendapat kebahagian dalam hidup sang anak, tetapi sang guru malah membuat anak menjadi sedih. Mengapa bisa begitu?. Bukankah sekolah itu seharusnya menyenangkan? Bukankah sekolah itu rumah kedua bagi sang anak?

Kamis, 05 Maret 2015

Spritual Leader

Sebagai guru, mungkin Anda pernah mengalami hal seperti ini. Sebagai siswa, mungkin Anda pernah mempunyai teman seperti ini. Yakni seorang anak yang ‘luar biasa’. Luar bisa berarti di luar kebiasaan siswa pada umumnya. Seorang anak yang biasa dicap nakal, baik oleh temannya maupun oleh gurunya. Anak ini biasanya usil, suka mengganggu temanya, iseng, malas mengerjakan tugas, sering terlambat, bahkan tidak jarang membolos.

Segala cara sudah diupayakan agar si anak menjadi ‘biasa’. Turun tangannya guru BK pun tidak banyak mengubah keadaan. Bahkan undangan wali murid jarang di penuhi. Wakil Kepala sekolah bidang kesiswaan sudah angkat tangan. Bagi sekolah yang jumbo (jumlah siswanya banyak) tentu dengan mudah kepala sekolah mengeluarkan surat mutasi. Namun bagi sekolah pinggiran yang jumlah siswanya kecil, tentu berpikir ulang untuk mengeluarkan si anak tersebut.

Rabu, 04 Februari 2015

Memperpanjang Jam Terbang

“Mas, bisa ganti ini?” Tanya saya tiba-tiba sambil tangan saya menunjuk sadel motor saya. “Saged Pak, jawab pemuda itu dengan sigap. Setelah saya keliling – keliling agak lama, saya putuskan pilih doraemon, kesukaan anak saya. Jujur, awalnya saya bingung. Terlalu banyak pilihan. Beracam corak, warna, dan desain dipajang di pinggir jalan depan pintu masuk Puspa Agro, pusat perdagangan hasil pertanian dan perikanan. Seperti biasa, harganya macam-macam bergantung anggaran, mulai KW1 sampai KW4.

Saya terkesima dengan pemuda yang satu ini. Bukan karena kenekatannya menjadi penjual di tas trotoar tetapi karena kecekatannya dalam memasang karet sadel. Tidak lebih dari 6 menit, semua beres. Jauh lebih lama daripada waktu yang saya habisnya untuk memilih. Padahal saya perhatikan prosedur untuk mengganti itu tergolong rumit. Dimulai dari melepaskan karet sadel yang lama. Steples besar yang dipakai merekatkan karet sadel itu harus dicabuti satu per satu. Jumlahnya sangat banyak. Kemudian meng-pas-kan karet sadel yang baru. Salah sedikit saja, atau melenceng  beberapa derajad saja hasilnya pasti tidak eye catching. Baru kemudian men-steples lagi, mengelilingi body sadel. Tentu tidak ringan seperti kita mensteples sepuluh lembar kertas. Tapi semua itu dilakukan dengan terampil dan profesional.

Jumat, 23 Januari 2015

Google : Guru Primadona

Harusnya anak sekarang makin pintar. Mengapa? Iya, karena mau tanya apa saja langsung ketemu jawabannya. Tidak perlu menuggu lama, hanya butuh beberapa detik. Cukup ketik keyword nya langsung keluar situs untuk menemukan jawaban yang dimaksud. Tidak usah membolak balik buku pelajaran. Atau susah payah mencari di perpustakaan (yang sering malah tidak ada).

Anak sekarang memang dimanja internet. Kini banyak banjir sosmed yang menawarkan beragam fitur. Dengan facebook, anak-anak mudah kenalan dengan siapa saja dan dari mana saja. Bahkan bisa juga saling sharing tentang apa saja. Baik dengan teman maupun guru. Twitter juga begitu. Edmodo malah menfasilitasi interaksi guru – siswa. Schoology juga memanjakan penggunanya dengan kirim soal dan koreksi jawaban dengan cepat. Bahkan Brainly bisa mengerjakan PR anak dengan cepat dan mudah. Tidak perlu guru les.