Cobalah sekali-kali bertanya pada
seorang siswa, buat apa belajar matematika? Kemungkinan besar dia akan diam
sejenak. Sambil mendongak dan bergumam ehm, apa yaa. Paling dia akan menjawab,
pokoknya matematika itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Coba tanya
lagi, terus manfaatnya apa? Paling sering siswa akan menjawab yaa untuk menghitung
kalau kita belanja. Atau dia kan menjawab yaa agar kita bisa menghitung waktu,
kapan berangkat dan kapan pulang.
Jawaban di atas tidaklah salah. Lumrah.
Padahal kalau sekedar menghitung belanjaan, tidak usah pakai matematika, toh
sekarang sudah ada barcode. Tinggal di laser udah keluar angka-angka. Dijamin tepat,
hitungan tidak akan meleset. Kalau sekedar mengitung waktu, tidak perlu
metematika tinggi. Toh, sekarang udah ada alarm, baik di HP atau di jam tangan.
Di jamin alarm itu konsinten dan tidak akan malas mengingatkan kita.
Jawaban siswa seperti di atas wajar-wajar
saja dan memang sering kita jumpai. Pertanyaannya, mengapa jawabnya hampir
seragam? Iya, karena guru matemtika jarang mengurai manfaat belajar matematika.
Guru hanya fokus pada topik yang diajarkan. Kalaupun di akhir dijelaskan
aplikasinya, dari tahun ke tahun yaa itu itu saja. Padahal dunia setiap saat selalu
berkembang. Tentu semua itu tidak lepas dari pengembangan ilmu dan penemuan –
penbemuan baru yang semuanya berbasis logika. Padahal kita tahu, logika itu
sendiri banyak dipelajari di matematika.
Untuk saat sekarang dan mungkin masa
mendatang, jika seorang guru matematika hanya mengajarkan konten matematika
yang sifatnya matematika ansih, maka bersiaplah untuk ditinggalkan para
siswa. Matematika akan menjadi kering, tidak bermakna, bahkan mungkin saja
disimpulkan tidak ada manfaatnya. Kalaupun ada itu kecil karena sekarang semua
itu bisa digantikan oleh mesin. Akan jadi bahaya jika siswa berkata, buat apa
belajar mati-matian, kalau toh nanti tidak bisa dipakai.
Benar, di abad ini kita dituntut
semakin spesialis, menguasai bidang tertentu. Namun bukan berarti kita cuek
dengan ilmu lain. Tidak ambil peduli dan tidak mau belajar. Justru seorang
matematika dituntut banyak membaca dan terus mengikuti perkembangan ilmu lain. Maka
tidak heran seorang guru matematika, juga harus tahu fisika, biologi, geografi,
kimia, astronomi, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, belakangan muncul pelajaran
tematik. Itu menandakan bahwa mapel yang satu dengan yang lainnya sudah tidak
tersekat-sekat lagi.
Sebaiknya guru matematika tahu
banyak aplikasi ilmu yang diampunya. Tahu betul, buat apa belajar gradien dan persamaan
garis. Tahu banyak, mengapa harus belajar garis singgung lingkaran. Mengapa harus
belajar limit, logaritma, dan deferensial. Manfaatnya apa dan aplikasinya apa. Andai
tidak belajar itu apa dampaknya. Jika hal demikian tidak dilakukan, kemungkinan
besar sang guru akan mengajarkan ilmu yang hampa. Mengajarkan angka-angka yang
miskin makna.
Akan menjadi lebih baik, ketika
guru menjelaskan teori himpunan, diperkenalkan ke siswanya bahwa ilmu ini
banyak kegunaannya. Salah satunya adalah untuk menentukan daerah eksplorasi
minyak bumi. Dengan pencitraan satelit akan diperoleh peta yang potensial kaya
minyak. Dengan pemotretan kedua (tentu dengan sudut berbeda) akan diperoleh
peta baru. Begitu seterusnya. Irisan himpunan peta itulah yang kemungkinan
besar terdapat cadangan minyak bumi. Walau sesungguhnya di lapangan tidak
sesederhana itu. Hal yang senada di gunakan, jika akan menentukan titik yang akan
dibangun tower penguat sinyal telephon.
Saat guru menjelaskan bab
persamaan garis, akan lebih baik ditunjukkan manfaat mempelajari ilmu ini. Salah
satunya adalah peramalan. Kita bisa memprediksi naik turun nya saham dengan
melihat pola garis. Itu baru garis lurus, belum garis lengkung yang berbentuk
kurva. Padahal di alam ini sangat jarang ditemui kasus garis lurus, lebih
banyak yang lengkung bahkan berbentuk gelombang. Di antariksa orbit planet dan
benda langit lainnya juga tidak selalu lurus. Namun semua itu dimulai dari belajar
gradien dan persamaan garis lurus. Pengenalan aplikasi suatu topik matematika
menjadi awalan yang bagus, dan akan menentukan minat siswa untuk belajar
selanjutnya.
Guru yang mampu mengaitkan materi
matematika dengan aplikasi di bidang lain, dia akan lebih percaya diri. Bahkan bisa
meyakinkan siswa bahwa matematika benar-benar king of science.
Apersepsi di awal pembelajaran akan lebih bermakna. Terapan materi di akhir
pelajaran semakin mengokohkan bahwa matematika diperlukan di semua bidang. Jika
sudah tercipta atsmosfir seperti itu, maka guru seperti ini sudah borderless.
Akhirnya siswa akan sulit menyimpulkan, apakah gurunya itu guru matematika atau
bukan. Karena dia mampu mengetahui banyak hal. Dia mampu menunjukkan bahwa
matematika hanya alat bantu. Tetapi mampu masuk ke semua lini ilmu.
Nah, sudah saatnya kini guru
matematika meng upgrade diri agar menjadi pribadi yang borderless. Mau?
subhanallah..
BalasHapussemoga kita bisa seperti itu...
amiin