Pernahkah Anda merasa sudah
belajar tapi tidak mendapatkan apa-apa? Mungkin Anda membaca buku, tapi setelah
dapat separoh Anda hanya melihat sub judulnya saja. Atau mungkin Anda pernah
menyaksikan seorang siswa yang melihat dan mendengar penjelasan guru, tetapi
ketika ditanya tidak mengerti apa-apa. Bisa jadi itu adalah gejala jenuh belajar. Saya
yakin hampir semua dari kita pernah merasakan hal itu.
Jenuh biasa diartikan jemu atau
bosan. Jenuh juga bisa berarti padat atau penuh sesak sehingga tidak mampu lagi
memuat apapun. Dalam belajar, selain lupa, siswa sering mengalami kejenuhan.
Peristiwa negatif ini dalam psikologi lazim disebut learning plateau
atau plateau (baca: pletou). Peristiwa ini membuat siswa merasa
mubazir dalam usaha belajarnya.
Kejenuhan belajar adalah rentang
waktu tertentu yang digunakan dalam belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.
Siswa merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dalam belajar
tidak ada kemajuan. Ini biasanya tidak berlangsung lama. Namun tidak sedikit
siswa yang merasa berkali-kali jenuh belajar dalam satu periode tertentu.
Seorang siswa yang berada dalam
kedaan jenuh, sistem akalnya tidak dapat bekerja, tidak dapat memproses
informasi sehingga kemajuan belajarnya ‘jalan di tempat’. Apabila digambarkan
dalam bentuk kurva, yang tampak adalah garis mendatar yang lazim dinamakan
dengan plateau. Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan
motivasi belajarnya.
Kejenuhan terjadi karena proses
belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmaninya, yaitu bosan
(boring) dan letih (fatigue). Penyebab kejenuhan yang paling umum adalah
keletihan. Keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan. Menurut Muhibbin
Syah dalam buku psikologi belajar (dicuplik dari The Psycology of Learning,
Cross , 1974) ada tiga kategori keletihan siswa, yaitu: (1) keletihan indera,
(2) keletihan fisik, (3) keletihan mental. Keletihan indera dan fisik mudah
diatasi. Dengan istirahat cukup dan makan yang bergizi, maka keduanya cepat
hilang. Namun keletihan mental sulit untuk mengatasinya. Itulah sebabnya,
keletihan mental dipandang sebagai faktor utama munculnya kejenuhan belajar.
Masih menurut buku tersebut, terdapat 4 faktor yang menjadi penyebab
keletihan mental (mental fatigue), yakni:
Pertama, Kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri.
Kedua, Kecemasan siswa terhadap standar keberhasilan studi yang dianggap terlalu tinggi, terutama ketika dia merasa bosan dengan bidang studi itu.
Ketiga, Siswa berada di tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat
Keempat, Siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum, sedang dia sendiri menilai belajarnya hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self-imposed).
Pertama, Kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri.
Kedua, Kecemasan siswa terhadap standar keberhasilan studi yang dianggap terlalu tinggi, terutama ketika dia merasa bosan dengan bidang studi itu.
Ketiga, Siswa berada di tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat
Keempat, Siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum, sedang dia sendiri menilai belajarnya hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self-imposed).
Bagaimanapun, jenuh itu tidak bisa kita hindari. Pada saat-saat
tertentu pasti siswa kita juga mengalami. Namun demikian perlu ada solusinya. Berikutnya
ini dipaparkan kiat-kiat untuk mengatasi kejenuhan belajar:
(1) Istirahat dan mengkonsumsi makanan bergizi lebih banyak. Guru harus peka terhadap kondisi siswa. Jika sudah tampak jenuh, sabaiknya tidak dipaksakan untuk melanjutkan materi. Perlu waktu jeda sejenak untuk memberi kesempatan kepada siswa mengendapkan pengetahuan yang didapatkannya. Ice breaking dan games bisa jadi alternatif untuk menyegarkan suasana.
(2) Menjadwal kembali jam-jam belajar yang tepat agar siswa bisa giat belajar. Mata pelajaran yang dianggap berat, sebaiknya di taruh di prime time, di saat pikiran siswa masih fresh.
(3) Penataan kembali lingkungan belajar agar suasana lebih menyenangkan. Setting kelas yang itu-itu saja membuat siswa seperti ‘dipenjara’. Perlu perubahan periodik untuk membantu siswa nyaman dalam belajar.
(4) Memberi motivasi dan stimuli baru agar siswa lebih terdorong untuk belajar. Walau berat, namun kita tetap harus meyakinkan siswa, bahwa dia harus berbuat nyata (tidak menyerah) untuk belajar dan mencoba belajar lagi. Karena sesungguhnya belajar itu tidak bisa diwakilkan.
(1) Istirahat dan mengkonsumsi makanan bergizi lebih banyak. Guru harus peka terhadap kondisi siswa. Jika sudah tampak jenuh, sabaiknya tidak dipaksakan untuk melanjutkan materi. Perlu waktu jeda sejenak untuk memberi kesempatan kepada siswa mengendapkan pengetahuan yang didapatkannya. Ice breaking dan games bisa jadi alternatif untuk menyegarkan suasana.
(2) Menjadwal kembali jam-jam belajar yang tepat agar siswa bisa giat belajar. Mata pelajaran yang dianggap berat, sebaiknya di taruh di prime time, di saat pikiran siswa masih fresh.
(3) Penataan kembali lingkungan belajar agar suasana lebih menyenangkan. Setting kelas yang itu-itu saja membuat siswa seperti ‘dipenjara’. Perlu perubahan periodik untuk membantu siswa nyaman dalam belajar.
(4) Memberi motivasi dan stimuli baru agar siswa lebih terdorong untuk belajar. Walau berat, namun kita tetap harus meyakinkan siswa, bahwa dia harus berbuat nyata (tidak menyerah) untuk belajar dan mencoba belajar lagi. Karena sesungguhnya belajar itu tidak bisa diwakilkan.
Nah, andai hal di atas masih belum bisa menghilangkan rasa
jenuh, cobalah berwudlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar