Senin, 03 November 2014

Kompetensi itu apa?

Kata kompetensi sering kita baca dan dengar. Apalagi di dunia pendidikan. Hampir setiap hari bisa kita temui. Di setiap buku, baik buku siswa maupun buku pegangan guru selalu mencantumkan kata ini. Dulu sempat beredar KBK (kurikulum berbasis kompetensi), namun tidak berumur panjang. Keberadaannya digantikan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP ini pun masih mencantumkan kata kompetensi, buktinya ada istilah SK (standar kompetensi) dan KD (kompetensi dasar). Pada K13, juga masih dimunculkan istilah kompetensi. Walau sudah bermetamorfosis menjadi KI (Kompetensi Inti) sebagai ganti kompetensi dasar.

Kata kompetensi juga sering diperbincangkan, mulai kepala diknas hingga guru-guru di ruang kelas. Apa arti kompetensi itu sesungguhnya? Tidak banyak orang yang tahu. Kebanyakan diartikan secara harfiah, ‘kemampuan”. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen untuk menunjang tugas keprofesionalan.

Menurut penulis, komptensi yang dimaksud UU tersebut mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Umumnya, kompetensi hanya mengacu pada aspek kognitif saja. Sementara afektif dan psikomomotor jarang diulas. Aspek kognitifpun hanya dimaknai kemampuan menguasai materi ajar. Guru dikatakan kompeten jika menguasai materi dengan baik. Bisa menyelesaikan soal. Memang sebagai guru, menguasai materi ajar memang harus, tetapi keterampilan menyampaikan materi juga penting.

Betapa banyak kita jumpai seorang guru yang penguasaan materi nya bagus, namun kesulitan dalam mengajarkan materi itu. Guru seperti ini biasanya pintar untuk dirinya sendiri. Tetapi kepintaran nya sulit ditularkan ke siswanya. Sebaliknya ada guru yang variasi mengajarnya sangat banyak, kaya akan metode, tetapi kemampuan dan penguasaan konsep ilmu itu masih rendah. Oleh karenanya untuk bisa dikatakan profesional, kemampuan kedua kognitif tersebut, harus benar-benar dikuasai. Tidak boleh ada yang hilang salah satu diantaranya.

Tidak kalah penting dari aspek kognitif adalah aspek psikomotor. Aspek ini biasanya dianggap kurang relevan. Itu salah. Bagaimana vokal guru dalam menjelaskan materi, bagaimana intonasinya, bagaimana mimik wajahnya, bagaimana bahasa tubuhnya penting bagi proses pembelajaran. Bahkan cara guru menulis di papan tulis mencerminkan pribadi guru itu. Apalagi untuk pendidikan dasar. Apapun yang ditulis sang guru akan ditiru murid. Akan disalin di buku murid, persis dengan apa yang ada di papan. Coba sekali-kali cek. Jika guru menggambarkan lingkaran kecil di pojok kanan atas papan tulis, maka di buku tulis siswapun demikian. Persis, lingkaran itu ada di pojok kanan atas.

Aspek berikutnya afektif. Bagaimana sikap guru jika ada siswa yang ogah-ogahan. Bagaimana cara guru berempati. Bagaimana sikap guru saat menegur siswa. Bagaimana guru tepat waktu dalam masuk dan keluar kelas. Bagaimana guru menempati janji, kapan hasil ulangan dibagikan, dan seterusnya dan seterusnya. Itu semua adalah sebagian sifat afektif yang menentukan profesionalitas guru.

Nah, masih beranikah kita mengatakan guru profesional (dan menuntut tunjangan profesi), jika hanya pintar menguasai materi saja? Pasti kita sepakat, jawabnya TIDAK. Bukankah begitu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar