Siapapun kita, pasti pernah menilai guru kita, walau itu
tidak diucapkan terang-terangan. Kita sering melabeli guru A enak, guru B
kurang enak, guru C tidak enak. Enak disini berarti enak mengajarnya. Tentu hal
ini relatif. Tetapi kan bisa diukur. Kebanyakan siswa merasa nyaman dengan guru
tersebut atau tidak. Andai disurvey pun, hasilnya kemungkinan besar tidak jauh
dari rasan-rasan siswa. Mengapa ada guru yang tidak enak? Bisa saja itu terjadi
karena guru tersebut melakukan malpraktek dalam proses mengajar.
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya
demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi
(dimensiilmu.blogspot.com). Jadi ada dua unsur dalam malpraktek. Pertama,
kelalaian profesi dalam melaksanakan prosedur dan kedua, mengakibatkan
kerugian.
Dilakukan sengaja mapun tidak sengaja, malpraktek yang
dilakukan sang guru akan menyebabkan kerugian bagi siswa. Mungkin saja tidak
hanya merugikan satu siswa saja, bisa jadi malah merugikan semua siswa. Mengapa
bisa begitu? Karena seorang guru adalah seorang leader sekaligus seorang manager
ketika berdiri di depan kelas. Apapun yang disampaikan guru, dianggap benar
oleh siswanya. Dalam hal ini posisi guru superior. Sangat jarang ditemui siswa yang
membantah gurunya, apalagi protes. Guru mempunyai kuasa penuh dalam menentukan nilai.
Oleh karenanya jika malpraktek dilakukan guru, siswa tidak dapat berbuat
banyak.
Ada banyak macam malpraktek yang dilakukan oleh guru.
Diantaranya, guru memberikan bocoran jawaban kepada siswa. Ini berlaku untuk
ulangan harian maupun ulangan semester. Biasanya ini dilakukan guru sekolah
sekaligus merangkap guru privat siswa. Seringkali guru seperti ini melakukan
diskriminasi. Dia pasti punya ‘siswa kesayangan’ atau ‘anak emas’ di kelasnya. Yang
lebih heboh adalah contekan massal ketika UN, yang dilegalkan oleh kepala
sekolah dan melibatkan guru untuk mensuplay jawaban. Malpraktek jenis
ini akan mendemotivasi siswa lain. Siswa yang belajar sungguh-sungguh
terkalahkan oleh temannya yang tidak pernah belajar. Dampak lainnya, hasil yang
didapat adalah abal-abal alias palsu. Kelak, siswa yang demikian akan
mencari jalan pintas untuk memperkaya diri, tanpa susah payah. Bahkan kalau
perlu mengorbankan orang lain.
Jenis malpraktek yang lain adalah seorang yang berani
mengajar di depan kelas walau tidak mempunyai kualifikasi untuk mengajar.
Banyak guru yang lulusan non kependidikan tetapi nekad menjadi guru, karena
kalah bersaing di bidang yang lain. Betapa banyak kita jumpai, seorang lulusan
teknik mengajar bahasa Indonesia. Seorang lulusan hukum mengajar ilmu geografi.
Lebih memprihatinkan lagi, lulusan pendidikan agama mengajar matematika, lulusan
fisipol mengajar biologi atau fisika. Alasan yang dipakai adalah toh
pernah mendapatkan ilmu itu ketika duduk di sekolah menengah. Memang tidak
larang. Boleh-boleh saja. Kalaupun bisa mengajar, materi tersampaikan. Tetapi salah
konsep, bahkan penjelasannya ‘menyesatkan’. Kita tahu, kompetensi seorang
pendidik sangat menentukan keberhasilan seorang siswa. Bisa dipastikan, jika
tidak sesuai dengan kualifikasinya, pasti hasil belajar siswa tidak akan
optimal.
Tindakan kekerasan adalah jenis malpraktek yang lain. Kekerasan
bisa berupa verbal maupun fisik. Kita semua sepakat tidak diperkenankan adanya
kekerasan, dengan alasan apapun apalagi di dunia pendidikan. Sekali terjadi
kekerasan dan jika tidak ada komplain, kemungkinan besar akan diulang lagi pada
waktu berbeda dengan siswa yang berbeda. Kekerasan verbal kadang jauh lebih
menyakitkan daripada kekerasan fisik. Kata-kata yang menyakitkan bagi siswa,
akan dikenang sepanjang hayatnya. Membekas dihati, sulit dihilangi. Hanya siswa
yang berlapang dada sajalah yang bisa melupakannya. Sayangnya siswa yang begini
tidaklah banyak.
Nah, malpraktek guru akan menghasilkan banyak guru ‘gadungan’.
Guru seperti ini akan merusak generasi. Berbahaya bukan?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar