Senin, 01 Desember 2014

Mind Power Sang Guru

Dua puluh tahun yang lalu atau tahun-tahun sebelumnya, jika guru masuk kelas, seakan ada kekuatan ‘magis’ yang muncul. Seketika kelas menjadi lebih tenang. Semua kegiatan siswa terhenti. Semua siswa fokus melihat siapa guru yang hadir di depan mereka. Bahkan beberapa menundukkan kepala. Takut menatap mata sang guru. Terkadang mendengar suara sepatu guru saja, beberapa siswa sudah keder. Apalagi sang guru itu dikenal killer. Kebelet pipis pun kadang ditahan untuk sementara waktu, sampai benar-benar dipastikan sang guru sudah tersenyum.

Andai siswa terlambat masuk kelas, gemetarnya minta ampun. Tidak jarang malah sekalian tidak masuk kelas. Menunggu pergantian jam berikutnya. Begitu guru keluar kelas, dia segera masuk kelas sebelum guru pelajaran berikutnya datang. Saat – saat itu sulit ditemui siswa yang tidak mengerjakan PR. Ia rela datang pagi – pagi, menunggu contekan dan menyalinnya secepat kilat, daripada harus berdiri di depan kelas dua jam pelajaran. Lebih malu lagi jika dijemur di bawah terik matahari di tengah lapangan. Apalagi kalau disuruh lari keliling sekolah tiga kali. Selain ‘gobyos’, juga rasa malu akan dikenang selama sekolah disitu.

Kekuasan guru saat itu begitu power full. Walau kemampuan guru pas-pasan. Walau kompetensinya di bawah standar. Walau beliau mengajar tidak sesuai dengan ilmu yang dikuasainya. Tidak ada satupun siswa yang berani ngeyel, apalagi membantah. Seakan siswa kompak menyadari bahwa guru itu lebih tua usianya, lebih senior. Sehingga lebih banyak tahu akan segala hal. Guru lebih dulu belajar ilmu, sehingga sang murid yang belajar belakangan, dikatakan ‘kuwalat’ jika mendahului sang guru. Andai berbeda pendapat pun, siswa paling banter hanya membatin, tidak berani mengutarakan secara langsung. Selain merasa tidak pantas, juga takut kalau di ‘cing’, takut kalau nilai di raportnya jelek.

Bandingkan dengan kondisi sekarang, bahkan mungkin untuk masa-masa mendatang. Siswa tidak takut jika tidak mengerjakan PR. Siswa juga tidak akan risau jika terlambat masuk sekolah. Jika dihukum, dengan enteng dia akan laporan ke orang tuanya. Tentu dengan modifikasi kalimat selera dia. Sebagai orang tua, pastilah dia akan membela anaknya mati-matian. Apalagi anak itu semata wayang. Bahkan bisa saja sang orang tua memvonis bahwa pihak sekolah sudah melanggar HAM. Dan hari berikutnya, sang anak sudah tidak akan masuk sekolah selamanya, karena sudah berpindah ke sekolah lain yang dianggap lebih tolerir.

Kita sepakat tidak boleh ada kekerasan di sekolah. Kita juga sepakat bahwa disiplin harus ditegakkan. Agar aturan sekolah berjalan dan kegiatan belajar menjadi nyaman. Tetapi, kalau hanya mengandalkan gaya mengajar tipe 20 tahun  yang lain, pasti sang guru, cepat atau lambat akan di tinggalkan sang murid. Kondisi sekarang memungkinkan ilmu bisa diperoleh dari mana saja dan dimana saja. Bisa saja, siswa lebih tahu dulu suatu materi, karena dia lebih dulu mengakses ilmu itu di internet. Sementara sang guru mengkses dari buku teks. Biasanya ilmu dari internet lebih fresh, lebih up to date dibanding dari buku teks. Siswa lebih tahu dulu dari gurunya. Mungkin saja ‘kebo nyusu gudel’ (murid menimba ilmu dari guru) benar-benar terjadi. Tentu, kelak akan banyak diskusi panas dan perdebatan di dalam kelas, jika sang guru tidak meng upgrade diri.

Saatnya guru sudah tidak perlu mengandalkan Man Power tetapi Mind Power. Dengan mind power, ‘dominasi’ guru akan tetap terjaga. Alasan logis disertai data akurat akan memuaskan logika siswa. Perlu penjelasan terstruktur dan pendekatan manusiawi agar cap guru killer tidak melekat pada setiap guru. Sebaliknya akan banyak bermunculan gelar guru gaul, guru baik, dan guru pinter. Mind power ini tidak bisa sim salabim begitu saja. Perlu perjuangan serius dan kemauan kuat untuk mewujudkannya. Guru harus visioner. Bisa memprediksi apa kira-kira yang akan terjadi sepuluh tahun mendatang. Bisa membayangkan kondisi masyarakat, ketika sang anak didiknya sudah menjadi alumni.


Melek informasi dan tanggap teknologi mutlak diperlukan. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Meskipun dari segi ekonomi sang guru kalah di banding siswanya, tidak ada alasan guru tertinggal informasi dari muridnya. Membaca buku (online maupun offline) sebanyak-banyaknya dan berani meninggalkan kebiasaan lama perlu didengungkan. Dunia (pendidikan) terus bergerak. Semakin hari semakin cepat. Jika tidak mengimbangi, kita akan menjadi ‘tua’ lebih dini, karena pengetahuan sang guru yang minim. Percayakah Anda bahwa Man Power akan terkalahkan dengan Mind Power?. Biarkan sejarah yang akan membuktikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar