Kamis, 16 Oktober 2014

Sibernetik

Kelak, (mungkin saja) guru tidak diperlukan lagi. Siswa yang datang ke sekolah pagi hari dan pulang siang/sore hari sudah tidak ada lagi. UTS, UAS, dan Ujian Sekolah yang serentak pun tidak musim. Penerimaan siswa baru (PMB) yang mengharuskan pendaftar berduyun-duyun di satu lokasi tidak akan terjadi. Wali siswa yang mengambil raport anaknya setiap 6 bulan atau di akhir tahun juga tidak ada lagi. Mengapa bisa begitu? Ya, karena masa itu semua serba virtual. Serba maya.

Gedung sekolah yang megah tidak akan ada lagi. Semua cukup digantikan oleh situs di internet. Seseorang belajar tidak di ruang kelas. Cukup di depan smartphone atau laptop. Dia bisa saja berada di kamar tidur, di taman bermain, di mall, di pasar atau di sawah. Banner, papan nama sekolah yang besar, serta ruang-ruang kelas digantikan oleh alamat situs aja. Cukup hanya dengan ketik www.blablabla.com. Kita sudah berada di ‘ruang kelas’ maya.

Guru cukup menginfokan bahwa pelajaran dimulai hari ini jam ini. Maka semua siswa sudah online di tempat masing-masing. Model presensi siswa yang memanggil namanya satu per satu tidak ada lagi. Cukup di lihat di pojok layar bawah berapa siswa yang sudah online dan assign. Di tempat tertentu guru menjelaskan materi dan siswa menerima materi di tempat yang guru tidak perlu tahu. Andai masih belum paham, siswa masih bisa belajar melalui tutorial interaktif yang sudah disiapkan sang guru. Tutorial ini bisa diulang-ulang hingga siswa merasa paham. Bandingkan dengan jika guru harus menjelaskan berulang-ulang. Selain capek, pasti menjemukan.  

PMB sudah mulai online (walau untuk sekarang masih sering ngadat). Ulangan Harian, UTS, dan UAS sudah bisa didesain online. Bahkan sekarang mulai dipikirkan ujian akhir sekolah (UN) online. Raport juga akan dibuat online dan bisa dicetak kapan saja dan dari mana saja. Pembayaran sekolah (SPP) dan sejenisnya juga online. Buku-buku teks sudah bisa didownload dan dibaca online. Pada masa ini interaksi riil sudah semakin minim. Semua serba maya, virtual, dan semakin abstrak. Komunikasi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan wali siswa juga secara online. Dan seterus nya dan seterusnya.

Kalau model kita mengajar sama dengan waktu kita kuliah dulu. Terlambat. Semua sudah berubah. Sudah saatnya kita membelajarkan anak-anak dengan materi : bagaimana seharusnya mereka belajar (Learning How to Learn). Keterampilan belajar jauh lebih utama daripada materi ajar itu sendiri. Konten materi bisa berubah setiap saat. Tetapi keterampilan belajar yang dimiliki harus konsisten. Jika keterampilan belajar ini sudah bagus, apapun kontennya tidak akan jadi soal. Ini masih jarang dilakukan guru. Guru hanya fokus bagaimana menyelesaikan materi. Itu saja, dan itu berbahaya. Mengapa? Karena andai sekarang kita mengajari anak usia 10 tahun , sesungguhnya kita mengajari mereka untuk bisa hidup 20 tahun berikutnya.

Nah, sudah saatnya dikenalkan teori belajar baru. Teori belajar dari dunia maya. Teori ini dinamakan teori belajar sibernetik. Mungkin berasal dari kata cyber. Teori ini lambat atau cepat sudah menampakkan wujudnya. Baik dirasakan atau tidak. Seseorang belajar tidak berasal dari satu sumber. Mereka bisa belajar dari dunia internet yang informasinya melimpah. Ya, dunia ini banjir informasi, baik yang godnews maupun yang badnews. Bayangkan saja jika ada 8 milyar penduduk bumi dan tiga per empatnya sudah terkoneksi dengan internet. Berarti ada 6 milyar informasi setiap hari.

Begitu banyaknya informasi mengharuskan kita mengajarkan anak-anak untuk memilah dan memilih informasi yang berguna bagi hidupnya kelak. Perlu strategi khusus untuk membelajarkannya. Proses mengolah informasi itu penting. Bahkan mengalahkan informasi itu sendiri. Karena jika memperosesnya salah, maka kemungkinan besar keputusan yang diambil juga keliru. Untuk mengatasi itu salah satunya dengan mempelajari teori belajar sibernetik.


Teori sibernetik ini terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Jika kita tidak mengantisipasinya, generasi kita akan tenggelam dalam lautan informasi. Mengapa? Karena dunia internet itu ‘kejam’. Apa saja ada dan siapa saja bisa mendapatkannya. Tak ada sekat. Tak ada proteksi. Tidak ada saringan informasi. Sulit dibedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang seolah-olah benar. Semua serba liar. Informasi di internet mirip dengan jalan tol. Semua kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi. Bayangkan jika seorang anak kita lepas sendirian di jalan tol. Berbahaya bukan?

2 komentar:

  1. menurut saya keren tapi jika semuanya instans saja, apakah semua aorang akan dapat mengikuti arus tersebut ?

    BalasHapus