Kini,
semakin banyak orang tua yang mengeluh. Mengapa anak saya tidak pintar? Mengapa
anak saya tidak seperti saat saya sekolah dulu? Di lain pihak, gurupun banyak
yang mengeluh. Mengapa anak-anak kini sulit menerima pelajaran? Apakah
materinya yang sulit? Apa memang pelajaran sekarang lebih canggih dari pelajaran
masa lalu? Rasanya tidak. Materi seperti itukan selalu ada di kurikulum. Setiap
tahun ya itu-itu saja.
Apa sebenarnya yang salah di kelas? Banyak yang beralasan, anak-anak kurang konsentrasi, kurang gizi, tidak ada motivasi, mungkin sudah dari sono nya, sehingga tidak nyetrum sama pelajaran. Namun semua itu sekelumit alasan yang dipaksakan. Apa benar begitu? Tentu sang guru yang baik akan mencari jalan keluar. Guru yang baik akan selalu memikirkan bagaimana anak mudah belajar dan memahami apa yang disampaikan sang guru.
Apa sebenarnya yang salah di kelas? Banyak yang beralasan, anak-anak kurang konsentrasi, kurang gizi, tidak ada motivasi, mungkin sudah dari sono nya, sehingga tidak nyetrum sama pelajaran. Namun semua itu sekelumit alasan yang dipaksakan. Apa benar begitu? Tentu sang guru yang baik akan mencari jalan keluar. Guru yang baik akan selalu memikirkan bagaimana anak mudah belajar dan memahami apa yang disampaikan sang guru.
Salah
satu cara untuk mencari solusi itu adalah membaca literatur. Banyak yang
beranggapan bahwa hasil penelitian guru besar dan professor pendidikan itulah
yang terbaik. Kenyataan membuktikan bahwa hasil penelitian itu adalah kasuistik
dan hanya berlaku pada kondisi, situasi, tempat dan waktu tertentu. Banyak yang
tidak bisa digeneralisir. Tidak jarang guru yang mencoba meniru strategi
pembelajaran yang diperoleh saat pelatihan-pelatihan juga gagal diterapkan di
kelas. Kalau begitu, terus bagaimana? Mungkin cara terbaik adalah sang guru meneliti
sendiri. Itu berarti harus mencari akar permasalahan, merancang, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menindaklanjuti sendiri. Ini adalah cara yang praktis,
takstis, dan mengena.
Penelitian dilakukan
sebagai salah satu upaya untuk menjawab keingintahuan seseorang dan upaya
menyelesaikan masalah yang dihadapi seorang guru. Tentu kegiatan itu harus
sistematis dan terus menerus. Dalam ruang kelas, guru yang baik selalu tidak
puas dengan metode pembelajaran dan strategi pembelajaran yang dilakukan. Guru
yang baik selalu menyadari kekurangan diri sendiri ketika mengajarkan materi.
Dia akan selalu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas melalui penelitian.
Kegundahan dan kerisauan
seorang guru dalam mengajar akan memunculkan ide-ide segar. Dia akan berusaha
memperbaiki kinerja. Dia akan memikirkan cara-cara mengajar yang sudah
dilakukan. Dia akan merenung akan tugas-tugas profesi yang sudah
diselenggarakannya. Dia akan selalu mempunyai rasa keingintahuan agar
pembelajaran di kelas optimal. Dengan kegundahan itu guru akan mencari jawab.
Tentu jawaban itu harus rasional.
Jawaban yang muncul
didapat dari serangkaian penelitian. Tidak usah penelitian yang besar yang
mencakup masalah yang begitu kompleks. Cukup dengan penelitian-penelitian kecil
tapi dilakukan dengan konsisten. Penelitian dengan kasus tertentu, pada
pelajaran tertentu, dan pada siswa tertentu akan lebih baik. Hasil yang
diperoleh akan cepat dan akurat. Selanjutnya hasil penelitian-penelitian kecil tersebut ditulis dan dikumpulkan
sehingga menjadi kumpulan resep bagi guru dalam menangani siswanya.
Jika kelak akan menjumpai kasus yang serupa, sang guru tinggal
mengimplementasikan. Tentu dengan modifikasi seperlunya. Karena pada umumnya
kasus yang ditemui di ruang kelas dari waktu ke waktu, dari generasi ke
generasi tidak jauh berbeda.
Memang pada dasarnya ada
empat komponen pendidikan yang tidak berubah sepanjang zaman. Keempat hal itu
adalah akhlaq, komunikasi, logika dan daya juang. Setiap guru akan selalu
mengajarkan bagaimana berbuat baik pada Tuhan, manusia, dan alam. Setiap guru
akan mengajarkan bagaimana berbahasa (berkomunikasi) yang santun dan efisien.
Walau makin hari alat komunikasi itu sendiri semakin canggih. Setiap guru juga
mengajarkan logika berfikir yang benar. Dan setiap guru juga mengajarkan daya
juang agar setiap anak didiknya siap hidup pada zamannya. Sedangkan satu
komponen pendidikan yang sering berubah adalah kompetensi. Jika keempat
kompenen tetap sudah diajarkan dengan benar, maka kompetensi apapun yang akan
diajarkan akan diterima dengan baik.
Namun begitu, perlu
strategi jitu agar kompetensi bisa diserap dengan baik. Strategi jitu perlu
dicari dan diteliti. Sayangnya masih banyak guru yang berargumentasi, bahwa hal
itu sudah sering dilakukan. Bukankah setiap hari guru itu sudah meneliti? Bukankah
guru selalu berinteraksi dengan siswa? Guru kan selalu memperhatikan siswa yang
kesulitan belajar? Guru kan memperhatikan siswa yang motivasi belajarnya rendah?
Guru kan selalu menasehati dan membimbing siswa? Guru kan selalu mengevaluasi
hasil pekerjaan siswa? Bukankah itu berarti sudah meneliti? Itu sebagian
pertanyaan yang sering terlontar. Namun ketika ditanya kapan kejadiannya?
Dimana kejadiannya? Siapa yang terlibat? Bagaimana hasilnya? Sulit dijawab
dengan tepat. Karena sang guru belum terbisa menuliskan hasil penelitiannya
dengan prosedur dan kaidah ilmiah yang baku.
Andaikan setiap guru guru
mengajarkan apa yang mereka tulis dan selalu menuliskan apa yang mereka ajar. Andai
saja setiap kejadian unik apapun di ruang kelas terdokumetasikan oleh guru
dengan baik dalam bentuk tulisan. Andai kemudian tulisan tersebut tersebar dan
dibaca banyak khalayak trutama guru-guru lain. Tentu kesalahan serupa tidak
akan terulang di ruang kelas lain di tempat lain. Keberhasilan pembelajaran di
ruang kelas akan cepat diduplikasi di kelas lain di sekolah lain. Akan ada ribuan
artikel yang beredar tiap pekan untuk memperbaiki kinerja guru mengajar. Akan
muncul ide-ide inovatif tentang teknik, pendekatan, strategi dan metode
pembelajaran. Semua itu diperlukan guru untuk menyajikan yang terbaik bagi
siswa. Andai hal itu terjadi secara simultan, tentu wajah pendidikan negeri ini
akan semakin cerah. Andai saja begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar