Selasa, 24 Oktober 2017

5 Pilar Guru Masa depan



Kedepan, profesi guru semakin rumit. Tingkat stresnya diprediksi juga cenderung meningkat. Mengapa demikian? Karena yang dihadapi adalah benda hidup yang punya perasaan dan hasrat. Tidak seperti mesin, yang bisa dihidup dan matikan kapan saja. Mood harus terjaga. Stabil. Dengan demikian mengorganize kelas tidak semudah dulu. Agar tidak menciptakan produk (siswa) gagal, setidaknya ada lima pilar yang harus di ugemi oleh para guru dan calon guru.

Pertama, E-learning. Mau tidak mau, suka tidak suka, terpakasa maupun tidak, era digital tidak bisa dibendung apalagi dihindari. Generasi alpha (gen-α) yang lahir di atas 2000 an bisa jadi lebih tahu dulu suatu informasi dibanding gurunya. Pembelajaran yang hanya mengandalkan spidol dan papan sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Era kertas sudah berakhir. Perusahaan kertas papan atas dunia sudah pada gulung tikar. Semuanya beralih ke tab.

Jika tidak mengkarabi intenet, sang guru akan ditinggalkan siswa. Softaware terkini harus segera dikuasai dan diimplementasikan. Toh, semuanya memudahkan guru dan siswa. Handphone, tab, dan laptop tidak boleh menjadi mesin ketik (mengerjakan tugas saja) tetapi harus sebagi resource yang diberdayakan. Oleh karenanya sang guru harus masuk ke dunia maya lebih dalam agar mampu menyelami sekaligus mempraktekkan di dunia nyata. Tentu yang positif dan relevan dengan dunia mendidik. Pembelajaran paperless sudah mulai menujukkan wujud aslinya.

Kedua, guru harus kuat pada ilmu psikologi. Terutama psikologi perkembangan. Ingat, siswa sekarang dan mendatang tidak se manut siswa dulu. Mereka lahir, semuanya sudah enak. Jarang sekali mengalami kesusahan hidup. Bahkan ada humor yang mengatakan bahwa di sekolah sekarang banyak vampire. Iya, karena di rumah anak terbiasa ber AC. Begitu berangkat ke sekolah sudah di jemput mobil ber AC, sampai di sekolah masuk ruangan ber AC. Jadi jangan heran jika mereka lari terbirit – birit jika tersengat cahaya (matahari).

Gadget mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Anak generasi alpha ini sulit berkomunikasi. Apalagi bersosialisasi. Mereka suka menyendiri. Mereka bisa tertawa dan menangis dengan gadgetnya, bukan dengan teman sebayanya. Ini tantangan yang tidak ringan bagi guru. Betapa sulitnya mereka jika diajak belajar kelompok. Begitu disuruh presentasai kata-kata yang keluar tidak lebih dari 3 menit. To the point. Mengapa demikian? Iya, karena mereka tidak kuat membaca banyak. Yang biasa mereka lakukan adalah membaca WA dan Flyer yang cenderung singkat dan padat.

Ketiga, Karakter. Ini tidak bisa diteorikan. Tidak juga bisa dipelajari. Tetapi harus dipraktekkan. Pelajaran etika, budi pekerti, akhlak dan sejenisnya hanya berhenti pada tataran kognitif saja. Tidak sampai menyentuh ranah afektif. Oleh karenanya guru harus memberi contoh nyata. Minimal ada 5 karakter pokok yang harus diteladankan. Biasanya dinamakan DIJUSTAPE, yakni Disiplin, Jujur, Smart, Tangguh, dan Peduli. Kelima-limanya harus ada dan menyatu. Satu saja ditinggalkan tidak akan menjadi pribadi utuh. Orang yang disiplin, jujur, cerdas, dan tangguh tetapi tidak peduli maka akan lahir jiwa yang cuek. Dia moncer secara pribadi tetapi kebermanfaatannya pada orang lain nihil.

Keempat, Leadership. Pemimpin tidak bisa muncul begitu saja. Harus dirancang khusus. Situasi harus dibuat agar muncul jiwa-jiwa pemimpin yang mempunyai karakter di atas. Ini tidak mudah, tetapi bukan yang mustahil. Jika perencanaan bagus, maka minimal akan lahir separoh pemimpin yang bagus. Sebaliknya jika gagal merencanakan sama saja dengan kita merencanakan kegagalan. Tugas guru di aspek ini tidak kalah penting. Dia menyiapkan generasi yang siap memimpin pada masanya.

Kelima, Sosialisasi. Tidak boleh guru berpuas diri dengan kondisi sekarang. Tidak boleh maju sendirian. Harus menguatkan teamwork. Jejaring harus dibuat agar tumbuh bersama. Ini juga harus ditularkan pada siswanya. Secanggih apapaun zaman, tidak bisa hidup sendirian. Sebagai makhluk sosial, ruang untuk berinteraksi harus dibuat dan diperlebar. Sosialisasi ini tidak boleh bersifat maya saja, tapi harus benear-benar real.

Nah, jika 5 pilar diatas (e-learning, psikologi, karakter, ledership, dan sosialisasi) sudah bagus, maka akan lahir guru-guru berkualitas. Dampaknya kan lahir siswa-siswa berkualitas. Selanjutnya akan lahir pemimpin berkualitas, yang ujungnya akan menjadi negara yang berkualitas. Nah, kelima pilar tersebut tentu akan menjadi kokoh apabila pondasi (iman) nya juga kuat. Begitu bukan?







Tidak ada komentar:

Posting Komentar