Kedepan, profesi guru semakin
rumit. Tingkat stresnya diprediksi juga cenderung meningkat. Mengapa demikian? Karena
yang dihadapi adalah benda hidup yang punya perasaan dan hasrat. Tidak seperti
mesin, yang bisa dihidup dan matikan kapan saja. Mood harus terjaga. Stabil. Dengan
demikian mengorganize kelas tidak
semudah dulu. Agar tidak menciptakan produk (siswa) gagal, setidaknya ada lima
pilar yang harus di ugemi oleh para
guru dan calon guru.
Pertama, E-learning. Mau tidak mau, suka tidak suka,
terpakasa maupun tidak, era digital tidak bisa dibendung apalagi dihindari.
Generasi alpha (gen-α) yang lahir di atas 2000 an bisa jadi lebih tahu dulu
suatu informasi dibanding gurunya. Pembelajaran yang hanya mengandalkan spidol
dan papan sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Era kertas sudah berakhir. Perusahaan
kertas papan atas dunia sudah pada gulung tikar. Semuanya beralih ke tab.
Jika tidak mengkarabi intenet,
sang guru akan ditinggalkan siswa. Softaware terkini harus segera dikuasai dan
diimplementasikan. Toh, semuanya memudahkan
guru dan siswa. Handphone, tab, dan laptop tidak boleh menjadi mesin ketik
(mengerjakan tugas saja) tetapi harus sebagi resource yang diberdayakan. Oleh karenanya sang guru harus masuk ke
dunia maya lebih dalam agar mampu menyelami sekaligus mempraktekkan di dunia
nyata. Tentu yang positif dan relevan dengan dunia mendidik. Pembelajaran paperless sudah mulai menujukkan wujud
aslinya.
Kedua, guru harus kuat pada ilmu
psikologi. Terutama psikologi perkembangan. Ingat, siswa sekarang dan mendatang
tidak se manut siswa dulu. Mereka
lahir, semuanya sudah enak. Jarang sekali mengalami kesusahan hidup. Bahkan ada
humor yang mengatakan bahwa di sekolah sekarang banyak vampire. Iya, karena di rumah anak terbiasa ber AC. Begitu berangkat
ke sekolah sudah di jemput mobil ber AC, sampai di sekolah masuk ruangan ber
AC. Jadi jangan heran jika mereka lari terbirit – birit jika tersengat cahaya
(matahari).
Gadget mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat. Anak generasi alpha ini sulit berkomunikasi. Apalagi bersosialisasi.
Mereka suka menyendiri. Mereka bisa tertawa dan menangis dengan gadgetnya,
bukan dengan teman sebayanya. Ini tantangan yang tidak ringan bagi guru. Betapa
sulitnya mereka jika diajak belajar kelompok. Begitu disuruh presentasai
kata-kata yang keluar tidak lebih dari 3 menit. To the point. Mengapa demikian? Iya, karena mereka tidak kuat membaca
banyak. Yang biasa mereka lakukan adalah membaca WA dan Flyer yang cenderung
singkat dan padat.
Ketiga, Karakter. Ini tidak bisa
diteorikan. Tidak juga bisa dipelajari. Tetapi harus dipraktekkan. Pelajaran etika,
budi pekerti, akhlak dan sejenisnya hanya berhenti pada tataran kognitif saja.
Tidak sampai menyentuh ranah afektif. Oleh karenanya guru harus memberi contoh
nyata. Minimal ada 5 karakter pokok yang harus diteladankan. Biasanya dinamakan
DIJUSTAPE, yakni Disiplin, Jujur, Smart,
Tangguh, dan Peduli. Kelima-limanya harus ada dan menyatu. Satu saja
ditinggalkan tidak akan menjadi pribadi utuh. Orang yang disiplin, jujur,
cerdas, dan tangguh tetapi tidak peduli maka akan lahir jiwa yang cuek. Dia moncer secara pribadi tetapi kebermanfaatannya pada orang lain
nihil.
Keempat, Leadership. Pemimpin tidak bisa muncul begitu saja. Harus dirancang
khusus. Situasi harus dibuat agar muncul jiwa-jiwa pemimpin yang mempunyai
karakter di atas. Ini tidak mudah, tetapi bukan yang mustahil. Jika perencanaan
bagus, maka minimal akan lahir separoh pemimpin yang bagus. Sebaliknya jika
gagal merencanakan sama saja dengan kita merencanakan kegagalan. Tugas guru di aspek
ini tidak kalah penting. Dia menyiapkan generasi yang siap memimpin pada
masanya.
Kelima, Sosialisasi. Tidak boleh
guru berpuas diri dengan kondisi sekarang. Tidak boleh maju sendirian. Harus
menguatkan teamwork. Jejaring harus
dibuat agar tumbuh bersama. Ini juga harus ditularkan pada siswanya. Secanggih
apapaun zaman, tidak bisa hidup sendirian. Sebagai makhluk sosial, ruang untuk
berinteraksi harus dibuat dan diperlebar. Sosialisasi ini tidak boleh bersifat
maya saja, tapi harus benear-benar real.
Nah, jika 5 pilar diatas
(e-learning, psikologi, karakter, ledership, dan sosialisasi) sudah bagus, maka
akan lahir guru-guru berkualitas. Dampaknya kan lahir siswa-siswa berkualitas.
Selanjutnya akan lahir pemimpin berkualitas, yang ujungnya akan menjadi negara
yang berkualitas. Nah, kelima pilar tersebut tentu akan menjadi kokoh apabila
pondasi (iman) nya juga kuat. Begitu bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar