Jumat, 23 Januari 2015

Google : Guru Primadona

Harusnya anak sekarang makin pintar. Mengapa? Iya, karena mau tanya apa saja langsung ketemu jawabannya. Tidak perlu menuggu lama, hanya butuh beberapa detik. Cukup ketik keyword nya langsung keluar situs untuk menemukan jawaban yang dimaksud. Tidak usah membolak balik buku pelajaran. Atau susah payah mencari di perpustakaan (yang sering malah tidak ada).

Anak sekarang memang dimanja internet. Kini banyak banjir sosmed yang menawarkan beragam fitur. Dengan facebook, anak-anak mudah kenalan dengan siapa saja dan dari mana saja. Bahkan bisa juga saling sharing tentang apa saja. Baik dengan teman maupun guru. Twitter juga begitu. Edmodo malah menfasilitasi interaksi guru – siswa. Schoology juga memanjakan penggunanya dengan kirim soal dan koreksi jawaban dengan cepat. Bahkan Brainly bisa mengerjakan PR anak dengan cepat dan mudah. Tidak perlu guru les. 


Bandingkan dengan kita dulu, kalau mau mengerjakan tugas / PR mati-matian belajar dulu. Tanya sana sini, minimal tanya teman keesokan harinya ketika pelajaran akan dimulai. Untuk mencari pengetahuan umum jauh lebih sulit lagi. Paling-paling dari koran bekas atau buku HPU (himpunan pengetahuan umum) atau sejenisnya. Kalau ingin mendapatkan mencari informasi harus nunggu berita TVRI yang hanya tanyang jam 7 malam. Itupun kadang beritanya basi. Kalau informasi dari majalah apa lagi. Jika mau minta informasi dari guru, belum tentu sang guru tahu kabar terkini.

Memang internet menjadi tempat pencarian informasi tercepat. Hingga kini google, sebagai mesin pencari masih menjadi primadona. Dia menjadi guru bagi siapapun. Mulai anak-anak yang belum bisa berjalan sampai kakek-kakek yang sudah tidak bisa berjalan lagi. Dia bisa dipanggil dari manapun. Dia lebih cekatan daripada Humas suatu instansi ketika memberi informasi. Bahkan dia lebih sigap dari polisi lalu lintas ketika memberikan petunjuk jalan. Tentu jika kita punya gadget dengan akses cepat.  

Namun kalau kita tidak hati-hati, bahaya. Walau google guru primadona, namun dia tidak pintar. Dia tidak bisa membedakan informasi bermutu dan informasi sampah. Dia tidak dapat mensortir mana informasi buat anak belum baligh mana yang buat orang dewasa. Sehingga kalau kita tidak selektif, akan menjadi bencana, minimal buat kita sendiri. Dia terlalu baik hati, memberi informasi apa adanya. Baik buruk semua diberikan. Informasi yang meluber ini terus membanjir dalam tahun – tahun berikutnya. Tak akan ada yang bisa membendungnya. Jadi kita sendiri yang harus mempunyai filter. Kita sendiri yang harus menyaringnya. Filter ini tidak bisa muncul sendiri, harus diajarkan. Siapa yang mengajarkan? Ya orang tua dan guru di sekolah.

Jadi bagi guru (termasuk orang tua), bukan materi yang penting. Tetapi yang lebih penting adalah  cara mencari dan menyaring dan menggunakan informasi. Guru sebenarkan sudah tidak usah susah payah mengajarkan materi. Semua bisa diownload dan dipelajari secara mandiri, baik secara online maupun offline. Bahkan banyak materi yang disajikan secara interaktif. Justru yang sulit adalah menumbuhkan kemauan dan kemampuan untuk mencari informasi itu sendiri. Tentu informasi yang KW1 bukan informasi abal-abal.


Jadi walau google jadi guru primadona tetapi guru sekolah harus tetap menjadi guru idola. Setuju?

2 komentar:

  1. cerdas memmanfaatkan fasilitas belajar sekaligus cerdas dan jeli info yang hanya rubbish

    BalasHapus
  2. setuju,,,, tolong bimbingannya ustadz,,,,

    BalasHapus