Kalimat di atas mungkin dianggap
mengada-ada. Bahkan sebagian mungkin mencibir. Kan sudah terang benderang,
manfaat belajar matematika. Begitu mungkin sangkalnya. Ilmu ini kan aplikasinya
banyak. Maka tak heran kalau setiap unas mesti ada mata uji matematika. Tidak pernah
absen sekalipun dalam sejarah ke UN an. Pun, di setiap seleksi calon mahasiswa,
matematika tidak pernah libur. Begitu juga di psikotes, uji angka-angka tidak
bisa dihilangkan. Ini membuktikan betapa strategis dan urgen nya ilmu ini. Jadi
kalau ada yang masih mempertanyaan buat apa mengajari matematika, aneh bukan?
Sebenarnya, bukan matematika itu
sendiri yang diujikan atau diajarkan. Tetapi logika, cara berpikir dan
menyimpulkan atau menyelesaikan masalah. Matematika hanyalah sebagai alat.
Andai suatu saat ada ilmu lain yang lebih cocok, mungkin saja matematika
ditinggalkan. Untuk saat ini dianggap matematikalah yang dekat dengan logika.
Umumnya orang yang pintar
matematika dianggap genius. Dia dianggap bisa mengurai kumpulan simbol-simbol
yang oleh sebagian orang malah membingungkan. Bagi yang cinta metematika justru
mengsyikkan. Sehingga bisa mengotak atiknya. Sisi tidak baiknya adalah biasanya
yang suka matematika cenderung individualis, suka menyendiri, temannya sedikit,
dan sedikit humor. Nah, kalau sudah begitu buat apa mengajari matematika. Malah
membuat manusia seperti mesin.
Mengajar matematika di sekolah,
pada hakikatnya mengajari cara berpikir yang benar, terstruktur, dan logis.
Namun sayangnya matematika yang diajarkan itu berhenti pada tataran logika
saja. Ada di kognitif saja. Kalaupun ada bumbu – bumbu soal cerita atau
aplikasinya itu amat sedikit. Bahkan kadang tidak relevan atau sengaja dibuat
senyata mungkin.
Logika tinggi yang dibangun
melalui matematika mestinya mampu menyelesaikan masalah sehari-hari. Paling
tidak masalah individu siswa. Sehingga siswa tersebut tidak bermasalah atau
membuat masalah. Logika yang canggih dengan cara penyelesaian soal yang mutakhir
hanya berhenti di atas kertas. Only on
paper. Hanya mempu menyelesaikan soal ulangan. Tidak mampu menyelesaikan
masalah di sekitar kehidupan siswa itu sendiri. Paradoks bukan?
Mestinya dengan logika yang
bagus, tidak ada lagi siswa yang terlambat masuk kelas. Karena dia sudah bisa
mengatur dan mengukur waktu. Dia juga bisa berpikir dampak ketinggalan
pelajaran. Tidak ada lagi siswa yang bikin gaduh di kelas, karena dia tahu akibatnya.
Materi tidak masuk dan dimusuhi guru. Mestinya tidak ada siswa yang membolos.
Dia tahu, masa depannya bergantung masa sekarang. Mestinya juga tidak ada siswa
yang malas atau kelas yang tidak kondusif. Karena guru dengan logika tinggi,
mampu berkreasi membuat kelas menjadi hidup. Betapa banyak guru dengan latar
belakang pendidikan keguruan masih harus tertatih tatih mengendalikan kelas.
Bukannya sudah banyak teori belajar yang dikuasai? Bahkan mungkin lulus
memuaskan untuk materi pedagogi.
Nah sudah saatnya, kita membumikan matematika. Mengajarkan logika dasar yang mampu membantu siswa menyelasaikan masalahnya sendiri. Jika ini sudah berhasil, maka dia akan bisa membantu menyelesaikan masalah di kelasnya, di sekolahnya, di kampungnya, di tempat kerjanya kelak dan syukur masalah bangsanya. Semoga uraian ini mampu membantu menjawab judul di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar