Ketika pertanyaan tadi dipertajam, terus setelah menjadi
dokter ngapain? Setelah menjadi
pengusaha ngapain?. Andai sudah
menjadi insinyur hebat, terus ngapain?.
Umumnya mereka sulit menjawab. Anak muda tersebut berpikirnya individualis.
Yang penting saya pinter, kuliah sukses, dapat pekerjaan enak, punyak rumah
mewah plus perusahaaan pribadi. Jarang berpikir kontribusi pada negara.
Bukankah negara sudah ada yang mengurusi yaa? Begitu pikir mereka.
Lho, ustad, dokterkan berjasa buat orang lain? Begitu juga
insinyur dan pengusaha. Apa yang salah? Argumen mereka begitu. Tidak salah
memang. Kalaa saja pemuda bangsa ini berpikir lebih luas, tentu
kebermanfaatannya jauh lebih banyak lagi. Kalau saja separoh anak bangsa ini berpikir jauh lebih luas, tentu negeri ini
tidak terlalu lama menjadi negara berkembang.
Kesimpulan sementara dari uraian di atas adalah sebagian
besar pemuda masih memikirkan diri sendiri. Terus dimana letak rasa
nasionalismenya? Umumnya meraka bangga kalau timnas juara sea games, atau
perlombaan sejenis yang mengaharumkan nama bangsa. Peringatan 17-an dengan
aksesoris perjuangan pahlawan sudah dianggap cukup mewakili rasa nasionalisme. Perlombaan
yang unik dan kadang nyeleneh sudah dianggap memeriahkan dan wujud kecintaan
pada negeri. Atribut bendera baik di sepanjang jalan, di pintu masuk gang maupun
yang menempel di bajupun juga sudah dianggap cinta pada bangsa dan negara. Tapi
apa iya cukup begitu?
Ini menjadi pertanyaan besar bagi guru. Bagi calon guru, ini
menjadi pijakan untuk berbuat lebih. Menurut penulis, Tidak cukup hanya sekedar
memperingaai hari kemerdekaan, hari pahlawan, hari kebangkitan nasional, hari
sumpah pemuda dst. Perlu aksi lebih riil untuk menanamkan jiwa nasionalisme.
Guru perlu memompa semangat nasionalisme dengan menunjukkan kondisi negeri ini
dalam konteks kekinian. Tentu para guru harus up to date sekaligus menyaring
berita yang berseliweran setiap saat. Ujungnya, guru perlu mendiskusikan
alternatif solusi. Siswa perlu dirangsang agar ide cemerlangnya bisa muncul
sekaligus realistis untuk dilakukan.
Kalau saja setiap calon guru mampu memperbaiki dirinya setiap
waktu tentu dia akan menjadi pribadi yang layak dicontoh. Berikutnya
murid-murid di kelasnya akan terimbas menjadi murid yang pribadinya kokoh
sekaligus haus akan prestasi baik. Di kemudian hari murid ini akan tumbuh
menjadi orang baik. Pada saatnya nanti sang murid akan menjadi leader yang baik. Jika banyak orang baik
tentu negeri ini menjadi negeri yang baik. Singkatnya untuk menanamkan
nasionalisme pada siswa, guru perlu memperbaiki diri dan menularkannya. Dia
tidak perlu menyuruh tetapi cukup mengajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar